Ini dia foto foto Ir.Soekarno bersama Fidel Castro dan Che guevara..
Sejarah Dunia
Minggu, 18 Maret 2012
Bung Karno dengan Tokoh Legendaris Dunia
Kalian
semua tahu donk siapa Bung Karno ..? Preseden RI Pertama sekaligus
Proklamator Kemerdekaan. Beliau ada seorang yang tegas, berwibawa, dan
tentu saja penuh kharisma.
Bagaimana tidak Pesonanya bukan hanya terkenal di Indonesia saja tapi juga sampai denga Mancanegara,, Berikut adalah beberapa sejarah pertemuan Bung Karno dengan tokoh Legendaris dunia yang mungkin kamu belum mengetahuinya...
Bung Karno With Marlyn Monroe
Hubungan antara revolusi Indonesia dan Hollywood, memang dekat. Setiap 1 Juni, selalu diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila semasa Presiden Soekarno.
Pada 1956, peristiwa tersebut "hampir secara kebetulan" dirayakan di sebuah hotel Hollywood.
Bung Karno saat itu mengundang aktris legendaris, Marilyn Monroe, untuk sebuah makan malam di Hotel Beverly Hills, Hollywood. Hadir di antaranya Gregory Peck, George Murphy dan Ronald Reagan (25 tahun kemudian menjadi Presiden AS).
Yang unik dari pesta menjelang Hari Lahir Pancasila itu, adalah kebodohan Marilyn dalam hal protokol. Pada pesta itu, Maryln menyapa Bung Karno bukan dengan "Mr President" atau "Your Excellency", tetapi dengan "Prince Soekarno!"
Bung Karno with Che Guevara
Bagaimana tidak Pesonanya bukan hanya terkenal di Indonesia saja tapi juga sampai denga Mancanegara,, Berikut adalah beberapa sejarah pertemuan Bung Karno dengan tokoh Legendaris dunia yang mungkin kamu belum mengetahuinya...
Bung Karno With Marlyn Monroe
Hubungan antara revolusi Indonesia dan Hollywood, memang dekat. Setiap 1 Juni, selalu diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila semasa Presiden Soekarno.
Pada 1956, peristiwa tersebut "hampir secara kebetulan" dirayakan di sebuah hotel Hollywood.
Bung Karno saat itu mengundang aktris legendaris, Marilyn Monroe, untuk sebuah makan malam di Hotel Beverly Hills, Hollywood. Hadir di antaranya Gregory Peck, George Murphy dan Ronald Reagan (25 tahun kemudian menjadi Presiden AS).
Yang unik dari pesta menjelang Hari Lahir Pancasila itu, adalah kebodohan Marilyn dalam hal protokol. Pada pesta itu, Maryln menyapa Bung Karno bukan dengan "Mr President" atau "Your Excellency", tetapi dengan "Prince Soekarno!"
Bung Karno with Che Guevara
Pada 9-14 Mei 1960, Presiden Soekarno berkunjung ke Kuba atas undangan PM Kuba Fidel Castro. Peristiwa itu menandai sejarah penting hubungan diplomatik kedua negara. Kunjungan tersebut merupakan kunjungan kepala negara asing yang pertama setelah Revolusi Kuba tahun 1959 sehingga dianggap sebagai pengakuan "de facto" terhadap Revolusi Kuba.
Kedatangan Presiden Soekarno disambut oleh Presiden Osvaldo Dorticos, PM Fidel Castro serta pejabat penting lainnya, antara lain Gubernur Bank Nasional Che Guevara dan Menteri Luar Negeri Dr. Raul Roa Garcia.
Pemerintah Kuba pada tahun 1960 memberikan nama bagi tiga Sekolah Dasar di wilayah berbeda dengan nama Escuela Primaria Republica de Indonesia, yakni di Guanajay (Propinsi Havana) serta di Municipio Marti dan Municipio Jaguey Grande (Propinsi Matanzas)
Bung Karno with Fidel Castro
Persahabatan Bung Karno (Indonesia) dengan Fidel Castro (Kuba), sudah terjalin sangat baik. Bahkan secara pribadi, Bung Karno dan Fidel Castro memiliki beberapa persamaan karakter. Di antara sekian banyak karakter, salah satunya adalah sama-sama berjiwa progresif revolusioner. Keduanya orang-orang kiri, orang-orang sosialis, anti Nekolim. Karenanya, tentu saja, keduanya juga menjadi musuh atau setidaknya dimusuhi Amerika Serikat dan sekutunya.
Bung Karno with Elvis Presley
20 April 1961 Soekarno mampir di Hawaii, lalu ke Los Angeles. Kebetulan Elvis sedang syuting sebuah film musikal yang sukses besar, "Blue Hawaii", bermain dengan aktris cantik Joan Blackman. Entah apa yang membuat Soekarno tiba-tiba bertemu dengan Elvis, yang lagunya saat itu "Are You Lonesome Tonight" bertahan lama di tahta tangga pertama lagu Amerika.
Soekarno dengan topi safari datang dan berpose dengan Elvis yang mengenakan jas tanpa dasi bersama aktris Joan Blackman, yang menatap wajah sang raja rock 'n' roll itu. Mereka tertawa riang seperti sahabat lama yang lama tak jumpa. Bukan kali ini Elvis didatangi presiden raja atau presiden.
Bung Karno with Liz Taylor
Elizabeth Taylor, aktris asal Inggris baru tutup usia 23 Maret 2011 di Los Angeles, dalam usia 79 tahun. Bulan November 50 tahun lalu, Liz dikunjungi Sukarno langsung di lokasi shooting di Roma, saat pembuatan film Cleopatra. Saat dikunjungi Sukarno, Liz tampak mengenakan kostum dan berdandan ala Cleopatra.
Tak heran jika Bung Karno menyempatkan melihat lokasi shooting film ini. Bukan saja karena Bung Karno mengagumi pesona Elizabeth Taylor. Tapi memang sejak tahun 1959, berita rencana pembuatan film "Cleopatra" sudah sering menghiasi koran. Sebelumnya memang sudah ada beberapa film tentang Cleopatra, tapi belum semegah film Cleopatra versi Liz Taylor. Ketika itu, film Cleopatra yang lokasinya pembuatannya dikunjung Bung Karno, disebut sebagai film kolosal pertama yang termahal sejagat.
Sabtu, 17 Maret 2012
Asal Usul Terbentuknya Nama Indonesia
Pada
zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam
catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai
(Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa Indoa menamai
kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang
diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar,
seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian
terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa
(Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan
Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).
Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban
jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari
batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera.
Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "Jawa" oleh
orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa
Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah
(Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia
hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah
yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah
"Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan
daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah air
memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian
Archipelago, l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East
Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan
Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah
Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan
Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker ( 1820 – 1887 ), yang dikenal dengan nama samaran
Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan
kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan
Hindia" ( Bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang
populer.
Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan,
Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang
dikelola oleh James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), seorang Skotlandia
yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada
tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Ingris, George Samuel Windsor
Earl ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On
the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and
Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa
sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu
untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia
tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl
mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam
bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
"... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu)
daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat
untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (
Srilanka ) dan Maladewa. Earl berpendapat juga bahwa nahasa Melayu
dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang
menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan
menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal
tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah
air kita, sebab istilah "Indian Archipelago" terlalu panjang dan
membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan
huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka
lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it
in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term
Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or
the Indian Archipelago".
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa
di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan
secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan
ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan
para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama
Adolf Bastian (1826 – 1905 ) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln
des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil
penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai
1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di
kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah
"Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara
lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918.
Padahal Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan
Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi
Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ). Ketika dibuang ke negeri Belanda
tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische
Pers-bureau.
Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti
indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan
dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiƫr (orang
Indonesia).
Identitas Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah
dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan
kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki
makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan
kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada
terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels
Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar
dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan
nama Indische Vereeniging berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging
atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti
nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya :
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije
Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak
"Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang
asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een
politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air
di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier)
akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."
Di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun
1924). Pada tahun 1925, Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan
Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di
tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama
"Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa pada
Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini
dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat;
parlemen Hindia Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo
dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia
Belanda agar nama "Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama
"Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda menolak mosi ini.
Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942,
lenyaplah nama "Hindia Belanda". Dan setelah itu lahirlah bangsa
Indonesia.
Apa itu sejarah?
Sejarah, babad, hikayat, riwayat, atau tambo dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah.[1] Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia.[2] Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah atau ahli sejarah disebut sejarawan.
Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan pada masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi, paleografi, dan kliometrik.
Dahulu, pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari ilmu budaya (humaniora). Akan tetapi, kini sejarah lebih sering dikategorikan ke dalam ilmu sosial, terutama bila menyangkut perunutan sejarah secara kronologis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan pada masa lalu. Ilmu sejarah dapat dibagi menjadi kronologi, historiografi, genealogi, paleografi, dan kliometrik.
Langganan:
Postingan (Atom)